DENTUM MERDU LANGKAH KAKI PARA PENGABDI MASYARAKAT DI NEGERI ATAS AWAN
Alifia Umi Azizah
Mengemban gelar “mahasiswa akhir zaman” merupakan kesempatan yang
cukup berharga bagi sebagian besar insan yang menekuni dunia pendidikan dengan
penuh perjuangan. Tak ada kata lain selain ucapan syukur yang senantiasa
disanjungkan kehadirat Sang Kholiq, begitu pula ucapan
terimakasih yang belum tersampaikan kepada sejumlah manusia yang turut serta
andil dalam perjalanan ini.
Langkah kaki yang menuntun kehidupan untuk sampai pada poin inti
perkuliahan, yakni Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau kami para pengampu pendidikan
di IAIN Ponorogo akrab menyebutnya dengan Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM).
Ia merupakan suatu kegiatan pemenuhan serta pengamalan Tri Dharma Perguruan Tinggi,
yang wajib ditempuh oleh hampir seluruh mahasiswa di Indonesia pada umumnya dan
mahasiswa IAIN Ponorogo pada khusunya. Melebur menjadi satu dengan masyarakat
merupakan tujuan utama dari Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) ini. Berbagai
upaya pemberdayaan masyarakat serta memunculkan nilai partisipatif menjadi hal
yang paling dinantikan pasca program ini berakhir.
Dengan adanya program Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) ini, menjadi suatu
bekal berharga bagi tiap individu mahasiswa untuk memperoleh pengalaman tentang
bagaimana membaur dengan masyarakat, mengabdi kepada masyarakat, mewujudkan
sebuah karya bersama masyarakat, membangun kesadaran bersama akan adanya
perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) yang amat pesat, serta
mem-fasilitasi masyarakat untuk sampai kepada kehidupan yang modern dan lebih
maju dengan tetap mempertahankan sosial budaya yang telah ada sedari dulu.
Berdasarkan pada sistem dan juga prinsip Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM)
yang diangkat pada periode 2022 ini yakni pendekatan Asset Based Community
Development (ABCD) atau Pengembangan Komunitas Berbasis Aset (PKBA), maka
sejatinya beberapa program yang akan dilaksanakan nantinya harus selalu
berpegang pada prinsip tersebut. Suatu prinsip yang dikembangkan oleh John
McKnight dan Jody Kretzmann, yang mana mereka ber-argumen
bahwasannya pendekatan konvensional atau tradisional yang menekankan pada
kebutuhan, dan kekurangan secara tidak sengaja akan menempatkan
komunitas/masyarakat itu sebagai penerima bantuan sehingga dengan demikian
dapat menyebabkan anggota komunitas/masyarakat menjadi tidak berdaya, pasif,
dan selalu merasa bergantung pada pihak lain. Sehingga, melahirkan suatu
kesimpulan bahwasannya langkah terbaik dalam peningkatan kualitas masyarakat
tak selamanya tentang pemberian bantuan ataupun justifikasi akan suatu masalah
tertentu, melainkan dengan menganggap dengan penuh kesadaran akan adanya
potensi suatu komunitas masyarakat yang kemudian kita berperan sebagai
fasilitator untuk bersama-sama berkembang.
Poin penting dalam prinsip ABCD ini tak lain adalah memperbaiki kondisi
masyarakat dengan memberikan doktrin-doktrin positif pada pola pikir mereka
yang nantinya harapannya ialah, mereka para masyarakat akan berkembang dengan
usaha mereka bersamaan dengan posisi kita sebagai fasilitator.
Sebagai salah satu partisipan dalam program Kuliah Pengabdian Masyarakat
(KPM) 2022 kali ini saya memilih untuk bergabung dalam pengabdian
multi-disiplin, dengan banyak pertimbangan bahwa saya beranggapan relasi
persaudaraan ini akan bertambah luas seiring dengan banyaknya pengalaman baru
yang akan saya dapat. Meskipun faktanya saya adalah seorang mahasiswi
komunikasi yang sering memilih untuk berdiam diri dan mendengarkan celotehan
orang daripada ikut serta mengeluarkan ratusan kata.
Sebuah kesempatan yang amat berharga untuk bisa bergabung menjadi salah
satu anggota di pengabdian multi-disiplin 61 yang berkolaborasi dengan
KPM Nusantara yang berlokasi di dukuh Tempuran Desa Mrayan Kecamatan Ngrayun Kabupaten
Ponorogo. Destinasi lokasi yang sangat strategis, sedikit hawa mistis, dan
nyaris penuh akan kenangan manis. Seketika saya spontan menganggap kelompok ini
bagaikan keluarga nan asyik tanpa KK (Kartu Keluarga). Terlebih lagi, ternyata
saya beserta rekan pun tak melangkah sendirian melainkan akan selalu ada sosok
pendamping yang mana nasehat serta arahannya selalu kami rindukan, beliaulah
bapak Lukman Hakim, M.Pd.
Terdengar nyaring suratan cerita tentang kondisi desa Mrayan yang terkenal
dengan sebutan “Negeri Di Atas Awan”. Nyatanya ia merupakan salah satu
desa yang berada di kecamatan Ngrayun yang terletak kurang lebih sekitar 8 Km
ke arah barat dari kantor pusat kecamatan Ngrayun itu sendiri. Memiliki luas
wilayah 184.073,950 ha. Berbatasan langsung dengan ds. Senepo kec. Slahung di
bagian utara, ds. Ketro kec. Tulakan di bagian selatan, ds. Binade kec. Ngrayun
di bagian barat, dan ds. Baosan kidul kec. Ngrayun di bagian timur. Dengan
kuantitas penduduk sejumlah 6.662<. Bertempat tinggal di distrik perbatasan
Ponorogo-Pacitan membuat saya tak berhenti mengucap “trimakasih”, terlebih
kepada segenap tim yang bersinergi dalam kesatuan Lembaga Penelitian dan
Pengabdian pada Mayarakat (LPPM) di IAIN Ponorogo.
Sebuah pembuktian akan sebutan “Negeri Di Atas Awan” bermula dari
perjalanan saya yang bertepatan pada hari Ahad, 03 Juli 2022 M. Kala itu, tepat
pada pukul 11.00 wib saya telah bersepakat dengan diri ini untuk menata hati
seraya bersemayam di bumi Ngrayun selama 40 hari kedepan. Kami, keluarga besar
KPM Multi-Disiplin 61 memulai perjalanan dari kos rekan kami yang terletak di
belakang kampus 1 Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Berkendara
menggunakan sepeda motor menjadi pilihan kami, dengan dalih agar bisa menikmati
keindahan Ngrayun sebagaimana yang kerap kami saksikan di sebuah akun youtube
channel. Dengan jumlah barang bawaan yang tidak sedikit, pick up beratapkan
terpal dilengkapi dengan pagar besi lah yang bersedia mengangkut seperangkat
barang bawaan kami.
Perjalanan itu kami lanjut dengan menikmati tingginya tanjakan dan tanjamnya
tikungan di area Slahung. Dihiasi dengan sautan suara “mainkan rem....!!,
kurangi kecepatan..,!”. Namun, ternyata kami perlu mengistrahatkan
mesin-mesin motor yang mulai memanas. Pada tanjakan ke-3 tepat disamping warung
kopi sederhana kami meregangkan kaki dan tangan, menghela nafas panjang ditemani
dengan sebotol air mineral yang kami bawa jauh-jauh dari kota. Kami yang duduk
bersebelahan sembari bercerita tentang keindahan pemandangan, tanpa disangka
ternyata kami berasal dari satu jurusan yang sama yakni Komunikasi Penyiaran
Islam (KPI). Kami pun tak saling mengenal disebabkan oleh faktor perbedaan
kelas, hehe.
Usai menghabiskan waktu beberapa menit, kami pun mengambil langkah untuk
melanjutkan perjalanan. Tawa canda dan kamera siaga senantiasa menemani sisa
perjalanan kami. Hingga tibalah kami tepat dihadapan gapura bertuliskan
“Selamat Datang Di Dukuh Tempuran”, rasa haru dan tak percaya masih tersemat
dalam fikir.
“Assalamu’alaikum Tempuran, kabutmu membekaskan rindu...”, gumam dalam hati sambil terus meyakinkan diri. Hingga tibalah kami di
posko KPM yang telah menjadi pilihan kami bersama, tepat di lantai 2 sebuah
rumah yang dimiliki oleh seorang bapak dan ibu yang teramat baik bak senyum manis
terpancar dari raut wajahnya. Beliaulah bapak Yak (sapa akrab masyarakat
kepadanya) dan ibu Hartini.
Tepat di minggu pertama, kami memulainya dengan berkunjung door to door
guna menjalin silaturahmi dengan warga setempat, karena sesuai dengan pepatah
mengatakan “tak kenal maka ta’aruf”. Kami pun juga berkunjung ke beberapa kediaman
tokoh-tokoh penting desa. Hal itu pun kami lakukan sembari mengumpulkan
informasi-informasi penting yang nantinya akan menjadi database kami dalam
menjalankan program kerja.
Berjalan kaki menjadi pilihan favorit saya bersama dengan kawan baru yang
berangkat dari jurusan Hukum Keluarga Islam (HKI). Menyusuri tiap jalan,
mengais informasi mengenai profesi, kondisi geografis, kondisi masyarakat
bahkan tentang cara bersosialisasi mereka antar sesama warga. Karena sejatinya
pendatang tak akan bisa masuk begitu saja dalam suatu komunitas masyarakat,
melainkan mereka harus mengikuti setiap butir-butir norma dan adat yang telah
ada dalam komunitas masyarakat tersebut. Sedikit yang amat berbeda dengan
suasana di kota, kami kesusahan dalam menentukan waktu sholat dikarenakan
lokasi ibadah yang cukup jauh hingga kami memilih untuk memanfaatkan aplikasi
di mobile phone kami sebagai penentunya. Meskipun begitu, kami sepakat untuk tetap menjalankan sholat berjamaah selama masa pengabdian kami di Mrayan
ini.
Segenap rangkaian kegiatan pembukaan pun telah kami lalui, mulai dari
tingkat desa hingga kecamatan. Dengan begitu, kami selaku pelaksana akan merasa
mudah dalam menjalankan tiap program yang telah kami rancang dan akan kami
jalankan nantinya. Setelah mendapati beberapa informasi, saya pun ber-inisiatif
untuk menuliskannya dalam catatan analisis pribadi yang nantinya akan menjadi
panduan pribadi saya selama pengabdian ini berlangsung.
Mrayan dengan keindahan alam yang ia miliki, mampu memikat setiap mata yang
melihatnya dan bahkan sampai berkenan untuk melukiskan ratusan kisah mendalam.
Kekayaan alam yang dimiliki seharusnya mampu menumbuhkan jiwa wirausahawan yang
tinggi pada tiap individu Mrayan, Tempuran pada khususnya. Apalagi didukung
dengan adanya program internet “Ponorogo Hebat” yang ada di tiap gardu atau pos
kampling desa bahkan perdukuhan. Melihat ekosistem sawah atau kebun yang sangat
strategis, seharusnya mampu menaikkan taraf hidup masyarakat setempat. Realitanya,
rumah industri atau UMKM yang kami jumpai pun tak sebanyak masyarakat kota pada
umumnya. Hanya saja mereka yang telah memiliki usaha tersebut mereka dikaruniai
semangat wirausaha yang tinggi.
Berbicara mengenai produk UMKM, tempe menjadi icon produksi andalan
masyarakat Ngrayun. Bertepatan ada hari Kamis, 07 Juli 2022 M kami berkunjung
ke salah satu home industri tempe yang ada di dukuh setempat. Ibu Dewi, pemilik
usaha turun temurun tersebut. Beliau mengembangkan usaha tersebut bersama suami
dan putri tunggalnya yang tengah duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar. Jemari
lincahnya dibarengi dengan niat yang gigih demi penghidupan yang berkecukupan,
beliau mampu menerima omset yang dinyataka sebanding dengan usahanya.
Pada kunjungan waktu itu, kami memperoleh ilmu baru mengenai
langkah-langkah dalam produksi tempe khas Ngrayun. Mulai dari proses pencucian
kedelai hingga proses pembungkusan yang dilakukan menggunakan selembaran daun
aren. Kemudian, kami berbincang mengenai pemasaran yang ternyata beliau hanya
melakukan pemasaran untuk daerah lokal saja. Namun, adakalanya beliau menerima
pesanan untuk acara hajatan atau penikahan. Dari situlah kami tak hanya
mendapatkan pengalaman baru namun kami juga memperoleh satu kresek tempe hasil
olahan kami.
Bulan Agustus kali ini dipenuhi dengan berbagai perayaan, termasuk perayaan
hari raya qurban. Tepat pada tanggal 10 Dzulhijjah 1443 H, kami merayakan ied
al-adha dibawah kabut sejuk Mrayan. Ini adalah momen pertama saya merayakan
ied al-adha bersama dengan rekan kuliah, sedikit berbeda nuansa namun
tak kalah menyenangkan.
Tak terasa, satu minggu usai saya bermalam di dalam pelukan dingin angin
Mrayan. Satu dua proker mulai terjalankan. Seketika saya tertunjuk sebagai Co. TPQ
yang mana ia merupakan salah satu program penunjang yang telah kami recanakan. Yang
tentunya saya tidak sendiri, melainkan ditemani oleh sosok perempuan yang
memiliki kegigihan yang amat tinggi yang mampu menjadikan semangat ini berkobar
kembali. Haru bahagia, melihat antusias anak-anak kecil di desa ini. Lantangnya
suara dan pancaran cahaya mata nampak jelas terlihat oleh indera. Meskipun
medannya jauh dan rusuh, mereka tetap menerjangnya demi untuk bertemu kami.
Harapan kami selaku fasilitator belajar mereka tak lain hanyalah supaya mereka
bisa melihaat masa depan yang cerah tanpa menghilangkan nilai keagamaan melalui
program TPQ ini.
Selain ber-fokus pada program kerja kami tak lupa untuk senantiasa menjaga
kesehatan dengan ikut bergabung pada komunitas senam ibu-ibu PKK di dukuh
Tempuran maupun di Balai Desa Mrayan setiap hari ahad pagi. Bersamaan dengan
cuaca yang tak menentu, kami selalu berusaha untuk menjaga kesehatan demi
berjalannya program kerja yang telah tersusun.
Memasuki minggu kedua, kami masih belum usai untuk bersilaturahmi dengan
sebagian warga. Menyusuri salah satu aliran sungai di perbatasan dukuh
Tempuran. Gemericik alirannya lengkap dengan pohon pinus yang menjulang tinggi
bak pagar surga duniawi. Sungai nya indah sekilas terbayang untuk menjadikannya
destinasi wisata di dukuh Tempuran namun jikalau terbayang prosesnya maka akan
sangat panjang sekali. Hingga akhirnya harapan tersebut cukup menjadi khayalan
indah yang tak kan pernah ter-realisasikan.
Setelah memperhatikan beberapa kegiatan warga Tempuran, ternyata hampir
sebagian besar mereka menghabiskan waktu mereka untuk bercocok tanam di sawah
atau mereka akrab menyebutnya deengan istilah “alas”. Tanaman porang,
ketela pohon, dan juga pisang dan bahkan hal-hal yang berbau umbi-umbian seakan-akan
menjadi tanaman wajib di lahan mereka. Di penghujung minggu kedua ini saya
berkesempatan untuk bergabung menjadi pembina gugus depan di SDN 3 Mrayan,
bersama dengan 7 rekan saya yang lainnya.
Perjalanan minggu kedua ini kami akhiri dengan kunjungan di salah satu
produk rumahan yang sudah di akui oleh pihak desa Mrayan. Madu lanceng menjadi
tujuan kami kali ini, atau ia lebih dikenal dengan “Mrayan Trigona Park”
yang merupakan salah satu sarana edukasi dan wisata ilmiah budidaya lebah madu
tanpa sengat (stingless bee) di desa Mrayan. Sebagai seorang manusia
yang memiliki nafsu tinggi, akhirnya kami mendapat kesempatan untuk mencicipi
madu murni langsung dari sarangnya. Meskipun usaha madu ini telah diakui oleh
pihak desa setempat, namun ternyata tak banyak yang menekuni usaha ini.
Memasuki minggu ketiga, saya mengawalinya dengan merefleksikan diri untuk
turut serta membantu jalannya kegiatan bermain dan belajar di PAUD Aisiyah.
Minggu ketiga ini terasa begitu cepat dikarenakan kami sering melakukan rapat
evaluasi dan sharing yang berisi pembahasan tentang analisis hasil observasi
aset yang dimiliki dukuh Tempuran. Kebingungan kami dalam memilih antara
menjunjung program utama tentang pendidikan ataukah perekonomian. Hingga
berakhirnya minggu ketiga ini diwarnai dengan separuh badan yang berlumur tanah
liat, hasil dari membantu bapak dan ibu untuk memanen hasil bumi berupa porang.
Bertepatan pada awal minggu ke-empat, diutusnya saya untuk menjadi guru
pengganti ekstrakurikuler tartil yang ada di SDN 3 Mrayan. Kemudian saya
semakin sering mengunjungi sekolah tersebut karena di beri amanah sebagai
pelatih PBB, persiapan guna menghadapi perlombaan di tingkat kecamatan. Selain
itu saya juga berkesempatan untuk mengikuti rangkaian ekstrakurikuler karawitan.
Detik-detik menanti program utama pun semakin terasa. Akhinya kami pun
memantabkan pilihan pada bidang pendidikan. Pada hari Rabu, 27 Juli 2022 kami pun
melaksanakan MuBes (Musawarah Besar) guna membahas seluruh teknis dan pelaksanaan
program utama kami. Satu paket rasa tak sabar, haru dan tremor hebat bercampur
baur menjadi satu. Hingga tibalah hari yang di nantikan, pelaksanaan program
utama kami yakni “SDN 3 Mrayan Mencari Bakat”. Sebuah program yang kami
rancang guna memfasilitasi segenap siswa agar mereka semakin terbuka dan
memiliki ruang yang luas nan bebas untuk mengekspresikan kemampuan yang mereka
kuasai dan senangi.
Usai sudah program utama kami jalankan. Bertepatan dengan peringatan 1
Muharram 1444 H, kami pun menghadiri acara pengajian yang diadakan oleh KPM
mono-disiplin yang berada dalam satu desa yang sama dengan kami.
Menginjak minggu ke-lima pengabdian, kami masih bergelut dalam berbagai
program penunjang seperti TPQ, bimbel, pembiasaan pagi di SDN 3 Mrayan, dan
beberapa kegiatan lainnya. Momen tersebut kami jadikan sebagai even untuk jauh
lebih mengenal dan dekat dengan masyarakat setempat, terlebih kami memiiki
harapan besar bahwasannya apa yang telah kami jalankan mulai dari program
penunjang maupun utama dapat berkelanjutan meskipun nantinya kami sudah tak
lagi di lokasi pengabdian.
Sebelum menutup kegiatan di minggu ke-lima ini kami mengambil sebuah acara
outbond ber-alibikan perpisahan dengan sejumlah murid-murid TPQ ditempat kami
mengabdi. Tawa yang berakhir dengan tangis yang mereka ungkapkan menggugah hati
untuk semakin sadar bahwa terkadang anak-anak itu membutuhkan sesuatu yang
lebih dekat dari sekedar guru atau bahkan teman.
Memasuki minggu ke-enam, kami memaksimalkannya untuk menggoreskan beberapa
kisah manis melalui acara perpisahan. Pertama, kami ucap salam perpisahan
kepada segenap civitas akademi di SDN 3 Mrayan. Isak tangis haru menyelimuti
hari itu, diiringi dengan gemericik air hujan yang terus menetes. Kemudian air
mata itu tak hanya berhenti pada acara tersebut, kami melanjutkan acara
penutupan bersama masyarakat dukuh Tempuran dengan mengadakan acara “Khotmil
Qur’an, Do’a Bersama dan Tasyakuran”. Selepas acara berlangsung, hujan
kembali membasahi bumi Tempuran seakan menyamarkan suara isak tangis dan dan
menutupi deraian air mata di pipi kami di tambah lagi dengan padamnya listrik
di daerah Mrayan. Malam itu pun di terjang hujan lebat serta gemuruh petir hingga
fajar tiba.
Kala itu tepat di hari Sabtu, 13 Agustus 2022 kami segenap pelatih dan tim
PBB SDN 3 Mrayan menyegerakan diri untuk menuju kantor kecamatan Ngrayun guna
pelaksanaan lomba PBB. Banyak kisah yang tak tergambarkan oleh kata-kata.
Sementara kami ber-8 berada di kecamatan, sisa rekan kami berpamitan kepada
segenap masyarakat Tempuran. Usai waktu dhuhur kami pun memilih untuk bersegera
pulang ke kampung halaman. Perjalanan pulang kami pun dihiasi dengan ketebalan
kabut Mrayan dan curahan air hujan. Kami pun menangis meninggalkan Mrayan dan
seakan dia pun begitu.
Kesalahan terbesar Mrayan adalah terlalu dalam menggoreskan kenangan.
Dari-nya saya banyak belajar tentang pentingnya perdamaian, karena-nya saya
mampu mampu merasakan manisnya kedekatan, olehnya saya mendapati betapa
berharganya sebuah usaha, bersama-nya saya mampu merubah duka menjadi tawa.
Ucapan terimaksih secara tertulis, saya haturkan kepada segenap keluarga
besar Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM) 61 Multi-Disiplin terrimakasih sudah
memberi banyak pengalaman termasuk sudah selalu menjadikan saya MC dadakan.
Kepada dosen pendamping lapangan, terimakasih atas dedikasi yang diberikan.
Kepada segenap keluarga besar Mrayan dan Tempuran pada khususnya (yang tak bisa
tersebut namanya satu per satu), trimakasih sudah menerima saya untuk menjadi
part of your community during 42 days. Permohonan maaf, karena sebagian program
yang kami selenggarakan terkadang tidak sesuai dengan keinginan kalian dan
kalian pun hanya memilih diam dengan senyuman penuh dukungan.
Teruntuk pembaca essay ini, tak peduli kalian sedang menjalankan KKN atau
yang lainnya “jika engkau berada dalam sebuah ikatan ke-organisasian maka
tetaplah menghargai keberadaan seseorang, ajaklah dia untuk berpartisipasi
dalam setiap rangkaian kegiatan yang engkau jalankan, maka disitulah engkau
telah Memanusiakan Manusia dan Mengadakan yang Ada”.
Usai sudah pengabdian kami namun tidak dengan kenangan dan langkah kami. Kami akan terus melangkah, karna dengan kami akan tau luasnya dunia. Banyak pelajaran dan pengalaman yang tak terhitung oleh angka. Masyarakat Mrayan dengan segenap antusiasnya mengikuti berbagai kegiatan yang kami selenggarakan, meskipun kadang terhalang medan yang sukar lagi bergelombang. Trimakasih, Mrayan dan se-isinya,........
#kkn #kuliahkerjanyata #ceritakkn #kknseru #serbaserbikkn

Komentar
Posting Komentar